Artikel Ilmiah

 

 

 

 

 

HOME

 

INOVASI & PENDIDIKAN


M. Sutarno dan Sri Fatmawati

 

Difusi Inovasi
Dalam proses penyebaran inovasi timbul masalah yakni bagaimana caranya untuk mempercepat diterimanya suatu inovasi oleh masyarakat (sasaran penyebaran inovasi).  Untuk mengatasai hal tersebut maka para ahli mengusulkan suatu proses yang disebut difusi (difusi inovasi).  Difusi ialah proses komunikasi inovasi antar warga masyarakat (anggota system social) dengan menggunakan saluran tertentu dan dalam waktu tertentu. Jadi, difusi dapat dikatakan salah satu tipe dari komunikasi yang memiliki ciri pokok yaitu pesan yang dikomunikasikan adalah hal yang baru (inovatif). Untuk lebih mempercepat proses penyebaran inovasi diperlukan suatu diseminasi.  Diseminasi adalah proses penyebaran inovasi yang direncanakan, diarahkan dan dikelola. 


Keinovatifan
Menurut Rogers (1983), keinovatifan adalah tingkat yang berkenaan dengan seberapa lama seseorang/kelompok/sistem sosial lebih dahulu dalam mengadopsi ide-ide baru dari konsep-konsep difusi inovasi dibandingkan dengan yang lain. Keinovatifan menjadi peubah utama dalam proses difusi inovasi yang disponsori oleh agen perubahan. Pada negara berkembang keinovatifan dipandang sebagai salah satu indikator kesuksesan program-program pembangunan. Keinovatifan menunjukan perubahan tingkah laku yaitu tujuan akhir program difusi bukan hanya pikiran dan sikap.


Saluran komunikasi dan waktu
Saluran komunikasi merupakan alat untuk menyampaikan informasi dari seseorang ke orang lain. Kondisi kedua belah pihak yang berkmunikasi akan mempengaruhi pemilihan atau penggunaan saluran yang tepat untuk mengefektifkan proses komunikasi. Misalnya saluran media massa seperti radio, televise dan surat kabar tepat digunakan untuk menyampaikan informasi dari seseorang atau sekelompok orang kepada orang banyak (masa).  Media ini biasanya digunakan untukmenyampaikan informasi kepada audien dengan maksud agar audien (penerima informasi) mengetahui dan menyadari adanya inovasi. Sedangkan saluran interpersonal (hubungan langsung antar individu) lebih efektif untuk mempengaruhi atau membujuk seseorang agar mau menerima inovasi terutama antar orang yang memiliki hubungan erat. Waktu adalah elemen yang yang penting dalam proses difusi, karena waktu merupakan aspek utama dalam proses komunikasi.  Peranan dimensi waktu dalam proses difusi terdapat dalam tiga hal, sebagai berikut :

1. Proses keputusan inovasi

Proses keputusan inovasi adalah proses sejak seseorang mengetahui inovasi pertama kali sampai ia memutuskan untuk menerima atau menolak inovasi. Ada 5 langkah (tahap) dalam proses keputusan inovasi yaitu : pengetahuan tentang inovasi, bujukan atau himbauan, penetapan atau keputusan, penerapan atau implementasi, dan konfirmasi.

2. Kepekaan seseorang terhadap inovasi

Tidak semua orang dalam suatu sistem sosial (masyarakat) menerima inovasi dalam waktu yang sama. Berdasarkan kepekaan terhadap inovasi atau terdahulunya dan terlambatnya menerima inovasi dalam suatu sistem sosial tertentu yaitu: (a) inovator (b) pemula (c) mayoritas awal (d) mayoritas akhir, dan (e) terlambat (tertinggal).

3. Kecepatan penerimaan inovasi

Adalah kecepatan relatif diterimanya inovasi oleh warga masyarakat (anggota sistem sosial).  Kecepatan inovasi biasanya diukur berdasarkan lamanya waktu yang diperlukan untuk mencapai persentase tertentu dari jumlah warga masyarakat yang elah menerima inovasi.  Oleh karena itu pengukuran kecepatan inovasi  cenderung dengan berdasarkan tinjauan penerimaan inovasi oleh keseluruhan warga masyarakat (system social) bukanpenerimaan inovasi secara individual.  Perbedaan kecepatan penerimaan inovasi dalam proses difusi inovasi dipengaruhi oleh karakteristik dan atribut inovasi, serta pengaruh dari system social (dapat berupa struktur sosial, norma system social,  pemuka pendapat dan agen bembaharu) tempat proses difusi terjadi.  Proses difusi melibatkan hubungan antar individu dalam system social, maka jelaslah bahwa individu akan terpengaruh oleh system sosial dalam menghadapi suatu inovasi.

Tipe Keputusan Inovasi


Ada beberapa tipe keputusan inovasi :

  1. Keputusan inovasi opsional : yaitu pemilihan menerima atau menolak inovasi tergantung pada keputusan yang ditentukan oleh individu atau seseorang secara mandiri tanpa tergantung atau terpengaruh oleh dorongan anggota system sosial yang lain.  Meskipun dalam hal ini individu mengambil keputusan itu berdasarkan norma system social atau hasil komunikasi interpersonal dengan anggota system social yang lain.
  2. Keputusan inovasi kolektif, yaitu pemilihan untuk menerima atau menolak inovasi didasarkan pada keputusan yang dibuat secara bersama-sama berdasarkan kesepakatan antar anggota system social.  Semua angota system social harus mentaati keputusanbersama yang telah disepakati.
  3. Keputusan inovasi otoritas, ialah pemilihan untukmenerima atau menolak inovasi berdasarkan keputusan yang dibuat olehseseorang atau sekelompok orang yang mempunyai kedudukan, status, wewenang atau kemampuan yang lebih tinggi daripada anggota yang lain dalam suatu system social.
  4. Keputusan inovasi kontingen (contingent), yaitu pemilihan menerima atau menolak sustu inovasi, baru dapat dilakukan hanya setelah ada keputusan inovasi yang mendahuluinya.  Cirri pokok dari keputusan inovasi kontingen adalah digunakannya dua atau lebi keputusan inovasi secara bergantian untuk menangani suatu difusi inofasi.

Proses Keputusan Inovasi
Proses keputusan inovasi adalah proses yang dilalui/dialami oleh individu (unit pengambil keputusan yang lain) mulai dari pertamakali tahu adanya inovasi, kemudian dilanjutkan dengan keputusan sikap terhadap inovasi, penetapan keputusan menerima atau menolak inovasi, implementasi inovasi, dan konfirmasi terhadap keputusan inovasi yang telah diambilnya.  Ciri pokok keputusan inovasi yang membedakan dengan keputusan yang lain adalah dimulai dengan ketidak tentuan (uncertainty) tentang sesuatu (inovasi). Dengan adanya informasi tentang inovasi maka akan mengurangi ketidaktentuan tersebut sehingga dapat diambil suatu keputusan.

Model Proses Keputusan Inovasi
Menurut Rogers, proses keputusan inovasi terdiri dari lima tahap, yaitu sebagai berikut:

1. Tahap pengetahuan (knowledge), tahap ini berlangsung bila seseorang atau satu unit pengambil keputusan yang lain membuka diri terhadap adanya suatu inovasi serta ingin mengetahui bagaimana fungsi inovasi tersebut.

Berkaitan dengan pengetahuan tentang inovasi , ada generalisasi (prinsip-prinsip umum) tentang orang yang lebih awal mengetahui tentang inovasi:

  1. Orang lebih awal tahu tentang inovasi lebih tinggi pendidikannya daripada yang diakhir.
  2. Orang yang lebih tahu awal tentang inovasi lebih tinggi status sosial ekonominya daripada yang diakhir.
  3. Orang yang lebih tahu awal tentang inovasi lebih terbuka terhadap media masa  daripada yang diakhir.
  4. Orang yang lebih tahu awal tentang inovasi lebih terbuka komunikasi interpersonal daripada yang diakhir.
  5. Orang yang lebih tahu awal tentang inovasi lebih banyak kontak dengan agen pembaharu daripada yang diakhir.
  6. Orang yang lebih tahu awal tentang inovasi lebih banyak berpartisipasi dalam sistem sosial daripada yang diakhir.
  7. Orang yang lebih tahu awal tentang inovasi lebih kosmopolitan daripada yang diakhir

Perlu diperhatikan bahwa dalam kenyataannya  pada setiap langkah dalam proses keputusan inovasi dapat terjadi pada penolakan inovasi.
Ada dua macam penolakan inovasi, yaitu:

  1. Penolakan aktif artinya penolakan inovasi setelah melalui proses mempertimbangankan untuk menerima inovasi atau mungkin sudah mencoba lebih dahulu tetapi keputusan akhir menolak inovasi.
  2. Penolakan pasif artinya penolakan inovasi dengan tanpa pertimbangan sama sekali.

2. Tahap Bujukan (persuasion), tahap ini berlangsung ketika seseorang atau unit pengambil keputusan yang lain, mulai membentuk sikap menyenangi atau tidak menyenangi terhadap inovasi tersebut. Dalam tahap ini lebih banyak keaktifan mental yang memgang peran. Seseorang akan berusaha mengetahui lebih banyak tentang inovasi dan menafsirkan informasi yang diterimanya. Pada tahap ini berlangsung seleksi informasi disesuikan dengan kondisi dan sifat pribadinya. Disinilah peran karakteristik inovasi dalam mempengaruhi proses keputusan inovasi.

3. Tahap keputusan (Decesion), tahap ini berlangsung ketika seseorang atau unit pengambil keputusan yang lain melakukan aktivitas yang mengarah kepenatapan unutk memutuskan menerima atau menolak inovasi.  Sering terjadi seseorang akan menerima inovasi setelah ia mencoba lebih dahulu. Bahkan mungkin mencoba sebagian kecil lebih dahulu baru kemudian dilanjutkan secara keseluruhan jika sudah terbukti berhasil sesuai dengan yang diharapkan. Tetapi tidak semua inovasi dapat dicoba dengan dipecah menjadi beberapa bagian. Inovasi yang dapat dicoba bagian demi bagian libih dapat cepat diterima. Dapat juga terjadi percobaan cukup dilakukan sekelompok orang dan yang lain  cukup mempercayai dengan hasil percobaan temannya.

Perlu diperhatikan bahwa dalam kenyataannya  pada setiap langkah dalam proses keputusan inovasi dapat terjadi pada penolakan inovasi.
Ada dua macam penolakan inovasi, yaitu:

  • Penolakan aktif artinya penolakan inovasi setelah melalui proses mempertimbangankan untuk menerima inovasi atau mungkin sudah mencoba lebih dahulu tetapi keputusan akhir menolak inovasi.
  • Penolakan pasif artinya penolakan inovasi dengan tanpa pertimbangan sama sekali.
  • Tahap implementasi (implementation), tahap ini berlangsung ketika seseorang atau unit pengambil keputusan yang menerapkan atau menggunakan inovasi. Pada umumnya implementasi tentu mengikuti hasil keputusan inovasi. Tetapi dapat juga terjadi karena sesuatu hal sudah menerima inovasi tidak diikuti implementasi. Biasanya ini terjadi karena fasilitas penerapan tidak tersedia.
  • Tahap Konfirmati (confirmation), tahap ini berlangsung ketika seseorang atau unit pengambil keputusan yang lain, mencari penguatan terhadap keputusan inovasi yang telah dibuatnya. Pengambil keputusan dapat menarik kembali keputusannya jika ternyata diperoleh informasi tentang inovasi yang bertentangan dengan informasi yang diterima terdahulu.

    4. Tahap implementasi (implementation), tahap ini berlangsung ketika seseorang atau unit pengambil keputusan yang menerapkan atau menggunakan inovasi. Pada umumnya implementasi tentu mengikuti hasil keputusan inovasi. Tetapi dapat juga terjadi karena sesuatu hal sudah menerima inovasi tidak diikuti implementasi. Biasanya ini terjadi karena fasilitas penerapan tidak tersedia.

    5. Tahap Konfirmati (confirmation), tahap ini berlangsung ketika seseorang atau unit pengambil keputusan yang lain, mencari penguatan terhadap keputusan inovasi yang telah dibuatnya. Pengambil keputusan dapat menarik kembali keputusannya jika ternyata diperoleh informasi tentang inovasi yang bertentangan dengan informasi yang diterima terdahulu.

     

    Sumber Inovasi

    1. Berdasarkan model konfigurasi (Ibrahim,1988), sumber inovasi dapat dibedakan menjadi enam macam yaitu konsep, pengaruh, material, personal, lembaga.
    2. Berdasarkan sistem difusi sentralisasi sumber inovasi berasal dari organisasi formal, penelitian dan pengembangan yang ditangai oleh para ahli
    3. Berdasarkan system difusi desentralisasi sumber inovasi datang dari percobaan bukan mesti orang ahli dari wilayah setempat yang juga sering menjadi pemakainya.
    4. Menurut  Drucker, sebagian besar gagasan inovatif muncul lewat analisis meto­dologis peluang-peluang yang ada, baik yang terdapat di dalam maupun di luar system, peluang-­peluang tersebut dapat berupa peristiwa-­peristiwa yang tidak diharapkan (unex­pected occurrences), keganjilan dari berbagai rupa (incongruities of various kinds), kebutuhan proses (process needs), perubahan pasar (change in an industry or market), perubahan demografis (demographic change), perubahan persepsi (changein perception) dan adanya pengetahuan baru (new knowledge).

    Inovasi dalam Bidang Pendidikan
    Tujuan dilakukannya inovasi pendidikan terutama adalah untuk meningkatkan efesiensi, relevansi, kualitas dan efektivitas pendidikan, seperti  sarana dan prasarana serta jumlah peserta didik sebanyak-banyaknya dengan hasil pendidikan sebesar-besarnya (menuntut kriteria kebutuhan peserta didik, masyarakat, dan pembangunan), dengan menggunakan sumber, tenaga, uang, alat dan waktu dalam jumlah yang sekecil-kecilnya. 
    Jika dikaji lebih jauh, arah tujuan inovasi pendidikan Indonesia tahap demi tahap adalah sebagai berikut :

    1. Mengejar ketingglan-ketinggalan yang dihasilkan oleh kemajuan-kemajuan ilmu dan teknologi sehingga makin lama pendidikan Indonesia makin berjalan sejajar dengan kemajuan-kemajuan tersebut.
    2. Mengusahakan terselenggaranya pendidikan sekolah maupun luar sekolah bagi setiap warga Negara. Misalnya meningkatkan daya tampung sekolah SD,SLTP,SLTA, dan perguruan tinggi.

                Adapun masalah-masalah yang menuntut diadakan inovasi pendidikan di Indonesia, yaitu:

    1. Perkembangan ilmu pengetahuan menghasilkan kemajuan teknologi yang mempengaruhi kehidupan social, ekonomi, politik, pendidikan dan kebudayaan bangsa Indonesia. Sistem Pendidikan yang dimiliki dan dilaksanakan di Indonesia belum mampu mengikuti dan mengendalikan kemajuan- kemajuan tersebut, sehingga dunia pendidikan belum dapat menghasilkan tenaga-tenaga pembangunan yang terampil, kreatif, dan aktif sesuai dengan tuntutan dan keinginan masyarakat.
    2. Laju eksplorasi penduduk yang cukup pesat, yang menyebabkan daya tampung, ruang dan fasilitas pendidikan yang sangat tidak seimbang.
    3. Melonjaknya aspirasi masyarakat untuk memperoleh pendidikan yang lebih baik, sedangkan dipihak lain kesempatan sangat terbatas.
    4. Mutu pendidikan yang dirasakan makin menurun, yang belum mampu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
    5. Belum mekarnya alat organisasi yang efektif, serta belum tumbuhnya suasana yang subur dalam masyrakat untuk mengadakan perubahan-perubahan yang dituntut oleh keadaan sekarang dan yang akan datang.

                Dalam penyelenggaraan pendidikan nasional masa depan, perhatian perbaikan system pendidikan nasional hendaknya diutamakan pada aspek-aspek sebagai berikut :

    Creative curriculum

                Kurikulum pendidikan nasional masa depan hendaknya dikembangkan berdasarkan kompetensi dasar (competency-based curriculum). Dalam konsep ini, kurikulum disusun berdasarkan kemampuan dasar minimal yan harus dikuasai seseorang peserta didik setelah yang bersangkutan menyelesaikan satu unit pelajaran, satu satuan waktu dan satu satuan pendidikan. Dengan demikian seorang peserta didik belum dapat melanjutkan ke unit atau satuan pendidikan berikutnya sebelum yang bersangkutan menguasai unit pelajaran yang dipersyaratkan. Kurikulum berdasarkan kompetensi ini diharapkan dapat menjamin tercapainya kualitas tatanan lembaga pendidikan tertentu yang selama ini menjadi masalah nasional dibidang pendidikan. Materi kurikulum pendidikan masa depan harus ditekankan pada mata pelajaran yang sanggup mejawab tantangan global dan perkembangan iptek yang sangat cepat. Selain ketentuan di atas, kurikulum pendidikan nasional dikembangkan berdasarkan indikator-indikator berikut :

    1. Kurikulum pendidikan harus bersifat luwes, sederhana dan bias menampung berbaggai kemungkinan perubahan di masa yang akan dating sebagai dampak perkembangan teknologi dan tuntutan masyarakat.
    2. Kurikulum harus bersifat pedoman pokok (general guideline) kegiatan pembelajaran siswa. Dengan demikian kurikulum tidak terlalu rinci dan dapat dikembangkan secara mandiri dan kreatif oleh para guru sesuai potensi siswa setempat, keadaan sumber daya pendukung dan kondisi daerah setempat.
    3. Pengembangan kurikulum selayaknya dilakukan secara simultan dengan pengembangan bahan ajar (buku dan lembaran kerja siswa) dan media/alat pembelajaran.
    4. Kurikulum hendaknya berpatokan pada standar global/regional, berwawasan nasional, dan dilaksanakan secara local. Dengan demikian, kualitas kurikulum pendidika setara dengan Negara-negara lainnya yang mempunyai wawasan keunggulan, namun dapat disesuaikan dengan kondisi local yang berbeda-beda.
    5. Kurikulum pendidikan hendaknya merupakan satu kesatuan dan kesinambungan dengan satuan dan jenjang pendidikan diatasnya.
    6. Pengembangan kurikulum bukan lagi menjadi wewenang pemerintah pusat, tetapi merupakan shared activity dengan pemerintah daerah bahkan komunitas.
    7. Pengembangan tidak diarahkan untuk menciptakan satu kurikulum tunggal yang diberlakukan untuk semua sekolah. Kurikulum pendidikan hendaknya dapat dibedakan untuk kelompok rata-rata (mainstream), diatas rata-rata dan di bawah rata-rata, baik karena factor bawaan ketersediaan sumberdaya pendukung. Pemberlakuan kurikulum yang berbeda ini yang juga menuntut pembedaan cara mengukur tingkat pencapaian tujuan pembelajaran untuk setiap kelompok anak tersebut.
    8. Kurikulum uga memperhatikan pendidikan yang terjadi dikeluarga dan komunitas.

    Sarana-Prasarana Pendidikan

    Sarana-prasarana pendidikan juga merupakan unsur penting dalam penyelenggaran pendidikan. Karena itu, ia mesti dikembangkan secara integral berdasarkan acuan standar kualitas baku. Ruang kelas, ruang praktek, laboratorium, perpustakaan, gedung administrasi, buku pelajaran alat dan media pedidikan dikembangkan dalam satu kesatuan yang utuh dan standar seluruh tanah air.

    Tenaga Kependidikan

                Pengembangan tenaga kependidikan sebagai unsur dominan dalam proses belajar  mengajar diarahkan untuk meningkatkan kualifikasi, kompotensi, dan profesionalisme. Karena  itu, semua upaya peningkatan kinerja tenaga kependidikan dilakukan melalui lembaga-lembaga profesionalisme dan perguruan tinggi yang memenuhi syarat. Pendekatan pengembangan kualitas tenaga kependidikan yang selama ini menggunakan supply approachI yaitu permintaan dari pihak birokrasi, diubah dengan demamd approach, yaitu permintaan dari pihak tenaga kependidkan berdasarkan kebutuhan nyata disekolah.

    Manajemen Pendidikan

                Perbaikan manajeman pendidikan diarahkan untuk lebih memberdayakan sekolah sebagai unit pelaksanaan terdepan dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah. Hal ini dimaksudkan agar sekolah lebih mandiri dan bersikap kreatif, dapat mengembangkan iklim kompetitif antar sekolah diwilayahnya, serta bertanggung jawab terhadap stakeholder pendidikan, khususnya orang dan masyarakat yang diera otonomi ini akan menjadi dewan sekolah (school coouncil). Dalam pelaksanaannya, manajemen pendidikan harus lebih terbuka, accountable (dapat mempertanggungjawabkan semua program kegiatannya), mengoptimalkan partisipasi orang tua dan masyarakat, serta dapat mengelola semua sumber daya yang tersedia disekolah dan lingkungannya untuk digunakan seluas-luasnya bagi peningkatan prestasi siswa dan mutu pendidikan pada umumnya.

     

     

    PUSTAKA

    Ibrahim.1988. Inovasi Pendidikan. Jakarta: Depdikbud Dirjendikti
    Ihsan, Fuad.1995. Dasar-dasar Kependidikan. Jakarta: Rineka Cipta
    Rogers, Everett M.1983. Diffusion of innovations. New York: The Free Press.
    Danim, Sudarman. 2003. Agenda Pembaharuan sistem Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar 

 

Kembali ke Daftar Judul Tulisan Online

 

Created By M.Sutarno@2009, email : nelan_indah@yahoo.com

Free Web Hosting